Dinamika Geopolitik Pertahanan Negara dalam Konsep dan Realita

Catatan Diplomasi Politik Pelaut Nuswantara

Pelaut ADIPATI l Kalitbang INDOMARITIM  l  Direktur Eksekutif TRUST  l Presiden SPI  l  Volunteer INMETA 

 

Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, telah menjalani perjalanan panjang yang penuh liku-liku dalam upayanya untuk memperkuat sistem pertahanan nasional. Sejak menjabat pada tahun 2019, mantan komandan jenderal Kopassus ini melakukan perjalanan ke berbagai negara, seperti Rusia, China, Turki, dan Prancis, dalam rangka pembelian senjata untuk mendukung akselerasi sistem pertahanan lebih mandiri.

Tidak diragukan lagi, menjadi Menteri Pertahanan adalah tantangan besar, terutama saat harus memenuhi target Pertahanan Esensial Minimum (MEF) dengan dana negara yang terbatas. Konsep MEF bertujuan untuk memberikan kemampuan memadai bagi militer Indonesia untuk mencegah dan mempertahankan diri dari potensi ancaman. Meskipun rencana lima tahun hingga 2024 membutuhkan alokasi pinjaman luar negeri sebesar $20,7 miliar, keputusan untuk membeli pesawat tempur bekas menimbulkan polemik terutama terkait pertimbangan biaya dan kendala fiskal.

Kritik tajam datang dari tokoh seperti Ganjar Pranowo, yang mencermati bahwa pesawat Mirage yang dibeli masih memiliki masa tugas yang cukup panjang. Sementara Anies Baswedan mengusulkan alternatif sistem persenjataan yang lebih efektif dan efisien. Terlebih lagi, dinamika geopolitik di kawasan, khususnya dengan munculnya kemitraan AUKUS, menuntut kesigapan Kemenhan dalam menanggapi perubahan tersebut, terutama ketegangan dengan China.

Di tengah klaim teritorial di Laut China Selatan, Indonesia berada pada posisi geopolitik yang memerlukan penguasaan mutlak terhadap wilayah laut. Namun, pertahanan maritim masih menjadi tanda tanya, terutama dalam mencapai target kekuatan esensial minimum 100% pada tahun 2024. Pencurian ikan dan pelanggaran teritorial oleh kapal China dan kapal negara lainnya menjadi tantangan nyata.

Menanggapi kritik dan polemik, Kemenhan di bawah kepemimpinan Prabowo mengklaim telah mencapai 63% dari target kekuatan minimum esensial pada akhir 2023. Langkah-langkah seperti menciptakan komponen cadangan pertahanan dan meningkatkan institusi pendidikan militer menjadi fokus utama. Pengadaan peralatan pertahanan, termasuk kapal perang fregat, kapal selam, dan jet tempur Rafale, menunjukkan komitmen untuk memperkuat kekuatan militer.

Namun, sorotan tidak hanya tertuju pada isu pertahanan, tetapi juga pada dinamika internal Indonesia terkait isu Papua. Gebrakan Menteri Pertahanan pada Kabinet Jokowi yang terakhir, Prabowo Subianto, meresmikan Komando Cadangan (KOMCAD) dengan partisipasi ribuan warga sipil. Meskipun langkah ini mendapat dukungan kuat Prabowo, muncul perbedaan pendapat terkait catatan hak asasi manusia dan sikap terhadap situasi di Papua.

Sebagai daerah yang mengalami peningkatan kekerasan sejak 2021, Papua menjadi isu yang kompleks. Tidak hanya pelabelan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat sebagai organisasi teroris, tetapi pemerintah juga membentuk tiga provinsi baru di Papua pada Juni 2022. Langkah ini meningkatkan ketegangan dan kekerasan, terutama di sektor pertambangan. TPNPB, kelompok pemberontak Papua, terus melakukan aksi kekerasan, termasuk penyanderaan seorang pilot Susi Air sejak Februari 2023.

Meskipun Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan telah mengkritik catatan hak asasi manusia Prabowo, pandangan mereka terkait hubungan sipil-militer, reformasi, dan akuntabilitas sektor keamanan masih belum sepenuhnya terungkap. Sementara Papua tetap menjadi fokus perhatian dengan peristiwa-peristiwa yang terus berkembang, memunculkan tantangan baru bagi pemerintah dan Kemenhan.

Dalam menjalankan tugasnya, Prabowo sebagai Menhan dihadapkan pada dinamika internal dan eksternal yang memerlukan kebijakan yang bijak dan solusi yang komprehensif. Mampukah Menhan menjawab tantangan tersebut dalam debat kandidat calon Presiden sebagai momentum untuk Indonesia memperkuat pertahanan dan menjaga stabilitas di berbagai lini, baik dalam aspek pertahanan maupun penanganan konflik internal yang rumit.

Komentar