Garibaldi dan Lompatan Maritim Indonesia: Dari Laut Natuna ke Pasifik

Catatan Diplomasi Politik Pelaut Nuswantara

Support by SAMUDRA PELAUT TRUST DESA

⚓️ Langkah Indonesia untuk berdiskusi dengan Italia mengenai akuisisi kapal induk ringan ITS Giuseppe Garibaldi mengejutkan banyak pihak. Jika terwujud, Indonesia akan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengoperasikan kapal induk penuh. Keputusan ini bukan sekadar simbol, melainkan berpotensi mengubah wajah pertahanan maritim regional.

Garibaldi sendiri bukan kapal biasa. Diluncurkan pada 1985, kapal berbobot 14.000 ton ini adalah kapal induk dek penuh pertama Italia, dengan riwayat panjang mulai dari operasi NATO di Kosovo hingga operasi tempur di Libya pada 2011. Kapal ini mampu melaju lebih dari 30 knot, membawa hingga 18 pesawat, dan memiliki dek ski-jump khas untuk jet tempur STOVL. Ia pernah menjadi tulang punggung armada Italia sebelum digantikan oleh ITS Trieste pada 2024. Indonesia melihat peluang emas untuk menghidupkan kembali kapal dengan pengalaman tempur nyata, sekaligus mengadaptasinya untuk kebutuhan Nusantara, mulai dari helikopter, UAV maritim, hingga operasi bantuan kemanusiaan.

Menurut dokumen yang diperoleh Janes, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) sudah menyetujui plafon pinjaman hingga USD450 juta untuk akuisisi kapal induk ini. Tidak hanya itu, paket pendanaan juga mencakup USD250 juta untuk helikopter transportasi dan USD300 juta untuk helikopter utilitas. Semua program ini masuk daftar prioritas proyek yang bisa dibiayai melalui kredit ekspor atau pinjaman bilateral. Artinya, pemerintah tidak hanya mengejar prestise, tetapi juga menyiapkan infrastruktur udara-maritim yang bisa mendukung kapal induk ini secara realistis.

Konsep operasional Garibaldi di Indonesia tampaknya tidak lagi berbasis jet tempur Harrier seperti dulu, melainkan berorientasi pada helikopter dan UAV. Pada Indodefence 2025, dipamerkan model Garibaldi dengan UAV Bayraktar TB3, pesawat tanpa awak yang sudah sukses uji take-off dari kapal induk Turki. Indonesia sudah menandatangani kontrak produksi 60 TB3 versi maritim dan 9 Akinci UAV. Jika jadi, dek Garibaldi bisa menjadi pangkalan UAV terapung terbesar di Asia Tenggara.

Jika benar-benar berlayar di Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan, dampak Garibaldi akan terasa luas. Singapura mungkin mempercepat operasional F-35B STOVL. Malaysia kemungkinan besar memperkuat rudal anti-kapal dan sistem radar, ketimbang ikut membangun kapal induk. Thailand dengan HTMS Chakri Naruebet berisiko kehilangan status eksklusifnya. Australia mungkin terdorong memaksimalkan potensi Canberra-class mereka, sementara Tiongkok akan memasukkan faktor “Indonesia Carrier” ke dalam kalkulasi Laut Cina Selatan. Amerika Serikat dan Jepang kemungkinan mendukung, selama kapal induk ini lebih difokuskan pada operasi non-perang.

Namun yang lebih penting, Garibaldi membuka ruang bagi Indonesia untuk memainkan peran nyata dalam berbagai operasi regional. Misalnya, sebuah skenario latihan gabungan di Laut Natuna Utara bersama negara-negara ASEAN plus mitra Quad. Dalam latihan ini, Garibaldi berfungsi sebagai pusat komando udara-maritim, meluncurkan UAV untuk patroli jarak jauh dan helikopter anti-kapal selam untuk mengamankan jalur perdagangan. Kehadiran kapal induk menjadikan Indonesia tuan rumah latihan dengan kredibilitas yang meningkat.

Dalam skenario lain, ketika bencana gempa besar melanda sebuah negara Pasifik, Garibaldi bisa dikerahkan sebagai kapal bantuan kemanusiaan. Helikopter transportasi mengangkut logistik ke daerah terisolasi, UAV melakukan pemetaan udara untuk mencari korban, sementara dek kapal menjadi rumah sakit lapangan terapung. Operasi semacam ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan domestik, tetapi juga menegaskan Indonesia sebagai kekuatan maritim yang peduli pada stabilitas kawasan.

Pertanyaan besar tentu tetap ada: apakah Garibaldi akan menjadi titik balik strategis, atau sekadar proyek bergengsi yang mahal? Tantangannya jelas, dari biaya operasional hingga perawatan kompleks. Namun jika berhasil diintegrasikan ke dalam doktrin pertahanan maritim, kapal ini bisa menjadi jembatan menuju pembangunan kapal induk buatan dalam negeri.

Indonesia kini berada di persimpangan sejarah. Giuseppe Garibaldi bisa menjadi simbol kebangkitan maritim, mengangkat posisi TNI AL di peta Indo-Pasifik, sekaligus memperkuat diplomasi, kapabilitas non-perang, dan kesiapan menghadapi krisis. Dengan manajemen yang tepat, kapal induk ini bukan sekadar warisan Mediterania yang dipensiunkan, melainkan awal dari era baru kejayaan maritim Indonesia.

 

Komentar