Jakarta, indomaritim.id – Kementerian Perindustrian terus mendorong peningkatan nilai tambah terhadap limbah plastik dan kertas melalui peran industri daur ulang atau recycle industry.
Upaya ini dilakukan untuk mengurangi impor bahan baku berupa plastik dan kertas, yang kebutuhannya masih sangat tinggi bagi penopang proses poduksi berbagai sektor industri di Tanah Air.
“Misalnya kertas, salah satu produk yang dihasilkan dari kayu ini sedang dibatasi penggunaannya, sehingga dibutuhkan industri recycle paper. Sekarang, hasil industri recycle paper ini mendapatkan apresiasi dari sektor lainnya seperti perusahaan consumer goods yang mengutamakan bahan baku daur ulang,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Baca Juga: Belum Tergarap, Begini Potensi Energi Arus Laut di Indonesia
Menperin pun menyampaikan, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku plastik, diperlukan industri petrokimia. Namun, dalam membangun fasilitas tersebut, bakal memakan waktu cukup lama. Paling tidak, setelah peletakan batu pertama, dibutuhkan tiga tahun untuk pabrik itu bisa berproduksi.
“Sehingga, guna mencari solusi dalam waktu dekat, agar kita bisa mengurangi impor ini, didorong melalui recycle industry. Dan, industri ini investasinya jauh lebih murah,” jelasnya.
Seiring upaya strategis tersebut, Kemenperin juga aktif memacu tumbuhnya industri petrokimia di dalam negeri. Hingga saat ini, sudah ada tiga perusahaan yang berinvestasi dalam pengembangan sektor industri petrokimia di Indonesia, yaitu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk., Lotte Chemical Titan, dan Siam Cement Group (SCG).
“Mereka akan memproduksi kebutuhan bahan baku kimia berbasis nafta cracker di dalam negeri. Sehingga nanti kita tidak perlu lagi impor,” tegas Airlangga.
Kemenperin menargetkan jumlah limbah plastik yang dapat didaur ulang pada tahun 2019 ini bisa menyentuh hingga 25 persen. Angka itu naik dua kali lipat lebih dari rata-rata limbah plastik yang didaur ulang pada tahun-tahun sebelumnya, yakni sebesar 10 persen.
“Jadi, industri daur ulang ini akan kami terus dorong. Beberapa industri di dalam negeri sudah bisa melakukan proses daur ulang. Sebenarnya daur ulang ini tidak hanya dilakukan untuk plastik, tetapi juga kertas dan aluminium. Plastik itu bukan sampah, tetapi raw material (bahan baku),” paparnya.
Baca Juga: Melalui Konferensi Internasional Blue Economy, Indonesia Berjuang Lawan Pencurian Ikan
Menperin menuturkan, implementasi konsep circular economy atau ekonomi berkelanjutan di sektor industri, selain telah menjadi tren dunia, konsep tersebut juga dinilai mampu berkontribusi besar dalam menerapkan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan yang menjadi tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs).
“Industri manufaktur berperan penting dan memberikan dampak yang luas dalam mewujudkan circular economy di Indonesia,” terangnya.
Konsep ekonomi berkelanjutan ini sejalan dengan standar industri hijau yang mampu berperan meningkatkan daya saing sektor manufaktur untuk masa depan, dengan mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Hal ini sesuai implementasi program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,” tegasnya. Penerapan industri hijau merupakan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Reporter: Mulyono Sri Hutomo
Editor: Rajab Ritonga