Surabaya, indomaritim.com – Tepat dua tahun sudah KRI Nanggala-402 beserta 53 Patriot Hiu Kencana tangguh, melaksanakan tugas mulia melakukan patroli dalam keabadian (On Eternal Patrol) pada kedalaman 838 meter di Laut Bali, sekitar 51 mil laut utara Pulau Bali, 21 April 2021. Tidak ada tugas tanpa tantangan dan tidak ada keberhasilan tanpa perjuangan, itulah Submariner sejati dengan janji yang sakral: Tabah Sampai Akhir.
Sebagai Submariner yang melaksanakan tugas dengan motto Wira Ananta Rudira yang berarti melaksansanakan tugas dengan nilai keperwiraan yang sangat tangguh sampai titik darah penghabisan. Setiap Submariner senantiasa selalu siap melaksanakan tugas dari dalam laut. Submariner adalah prajurit tangguh pilihan yang selalu tabah dalam menjalankan pengabdian kepada bangsa dan negara baik saat berada di atas permukaan laut maupun di bawah laut, sebagaimana telah ditunjukkan para prajurit KRI Nanggala dua tahun lalu.
Saat itu KRI Nanggala-402 sedang bertugas melaksanakan latihan menembakkan torpedo. Kapal mulai masuk ke permukaan laut pada dini hari pukul 3.00 WITA, 21 April 2021, dan dijadwalkan sekitar satu jam kemudian akan meluncurkan torpedo surface and underwater target yang menjadi senjata andalan. Perintah peluncuran torpode nomor delapan dikeluarkan komandan gugus tugas latihan pada pukul 4.25. Lima menit kemudian kapal kehilangan kontak dengan kapal markas.
Selama lima jam kontak masih nihil, sehingga TNI AL mengeluarkan siaran distress call yang ditujukan kapada International Submarine Escape and Rescue Liasion Office berisi informasi hilangnya kontrak KRI Nanggala dan dugaan kapal itu tenggelam.
Sejak hilang kontak, kapal atas air: KRI Diponegoro-365, KRI Martadinata-331 dan KRI Ngurah Rai-332 mencari posisi KRI Nanggala. Keesokan harinya, datang kapal atas air lainnya: KRI Dr Soeharso-990, KRI Karel Satsuittubun-356, KRI Hasan Basri-382, KRI Layang-805, KRI Hiu-804, KRI Singa-651 untuk ikut mencari keberadaan KRI Nanggala. Kapal selam KRI Alugoro-405 dan kapal canggih oceanografi, KRI Rigel-933 juga bergabung dalam tugas mulia itu. Beberapa hari kemudian, kapal-kapal dari negara tetangga turut serta dalam upaya pencarian dan pertolongan.
Setelah tiga hari melakukan pencarian, mulai ditemukan sejumlah puing-puing KRI Nanggala, berupa peralatan tabung torpedo, pembungkus pipa pendingin, pelumas periskop, dan sajadah. Puing-puing itu ditemukan sekitar 10 mil laut dari posisi kontak terakhir kapal menyelam. KRI Rigel memastikan posisi akhir KRI Nanggala. Dengan citra sonarnya, beberapa bagian kapal selam berhasil dipindai secara detail untuk memastikan bagian-bagian itu merupakan bagian dari KRI Nanggala.
Pada 25 April 2021, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengumumkan KRI Nanggala-402 tenggelam bersama 53 anak buah kapal. Mereka dinyatakan gugur dalam menjalankan tugas negara. Status mereka disebut On Eternal Patrol, melakukan patroli dalam keabadian.
Berikut ini adalah pahlawan samudera yang melaksanakan on eternal patrol bersama KRI Nanggala-402: Komandan, Letkol Laut (P) Heri Oktavian, Mayor Laut (T) Eko Firmanto, Mayor Laut (T) Wisnu Subiyantoro, Kapten Laut (E) Yohanes Heri, Kapten Laut (P) I Gede Kartika, Lettu Laut (P) Muhadi, Lettu Laut (P) Ady Sonata, Lettu Laut (P) Imam Adi, Lettu Laut (T) Anang Sutriatno, Lettu Laut (E) Adhi Laksmono, Letda Laut (P) Munawir, Letda Laut (T) Rhesa Tri, Letda Laut (T) Rintoni, Letda Laut (P) M Susanto, Serka Bah Ruswanto, Sertu Bah Yoto Eki Setiawan, Sertu Ttu Ardi Ardiansyah, Sertu Kom Achmad Faisal, Sertu Kom Willy Ridwan Santoso, Sertu M Rusdiyansyah – Sertu Eki Ryan Yogie Pratama, Sertu Mes Dedi Hari Susilo, Serda Bah Bambang Priyanto, Serda Kom Purwanto, Serda Kom Eko Prasetiyo, Serda Ttu Harmanto, Serda Ttu Lutfi Anang, Serda Atf Dwi Nugroho, Serda Ede Pandu Yudha Kusuma, Serda Eta Misnari, Serda Saa Setyo Wawan, Serda Lis Hendro Purwoto, Serda Mes Guntur Ari Prasetyo, Serda Lis Diyut Subandriyo, Serda Lis Wawan Hermanto, Serda Lis Syahwi Mapala, Serda Lis Wahyu Adiyas, Serda Lis Edi Wibowo, Kopada Eta Kharisma D.B , Kopda Tlg Nugroho Putranto, Kopda Mes Khoirul Faizin, Kopda Trb Maryono, Klk Eta Roni Effendi, Klk Eta Distriyan Andy P, Kls Isy Raditaka Margiansyah, Kls Isy Gunadi Fajar R, Kls Nav Denny Richi Sambudi, Kls Mes Muh Faqihudin Munir, KLS Nav Edy Siswanto.
Gugur juga Komandan Satuan Kapal Selam Kolonel Laut (P) Harry Setyawan bersama Letkol Laut (E) Irfan Suri, Mayor Laut (E) Whillya, dan Pegawai Negeri Sipil Suheri yang ikut dalam pelayaran itu sebagai non anak buah kapal (officer on board). Seluruh 53 ksatria samudera itu mendapat kenaikan pangkat anumerta satu tingkat lebih tinggi dari pangkat semula. Nama-nama mereka juga diabadikan di Monumen KRI Nanggala-402 di Markas Komando Armada II, Dermaga Ujung, Surabaya.
KRI Nanggala merupakan kapal kedua dari seri U-209 milik TNI AL. Kapal itu dibuat di Jerman 1978 dan diluncurkan pada 1980, bersama “kakaknya” KRI Cakra-401. KRI Nanggala berlayar ke Indonesia pada Agustus 1981 dan diresmikan sebagai kapal perang RI pada 21 Oktober 1981 oleh Panglima ABRI masa itu, Jenderal TNI Mohamad Jusuf.
KRI Nanggala dan KRI Cakra merupakan kapal selam generasi kedua yang pernah dimiliki TNI AL sebagai pengganti 12 kapal selam kelas Wiskey, eks Rusia yang banyak berjasa pada operasi pembebasan Irian Barat (Papua) di awal tahun 60-an. Salah satu dari kapal selam eks Rusia itu, KRI Pasopati saat ini dapat dilihat di Monumen Kapal Selam (Monkasel) di tepi Sungai Kalimas, Surabaya.
TNI AL merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang mengoperasikan kapal selam. Sejak tahun 1960 TNI AL memiliki 12 kapal selam yang diberi nama senjata sakti di dunia pewayangan, yakni KRI Cakra-401, KRI Trisula-402, KRI Nagarangsang-403, KRI Nagabanda-404, KRI Nendrajala-405, KRI Alugoro-406, KRI Nanggala-407, KRI Candrasa-408, KRI Wijayadanu-409, KRI Pasopasi-410, KRI Cundamani-411, dan KRI-Bramasta-412.
Setelah kapal selam eks Rusia tidak lagi digunakan, kapal selam penggantinya menggunakan kembali nama-nama sakti tersebut, yakni Cakra dan Nanggala untuk kelas U-209 buatan Jerman, dan Alugoro untuk kelas Chang Bo, buatan PT PAL Indonesia. Satu kapal selam buatan Korea, kelas Chang Bo, diberi nama KRI Ardadedali-404.
Hidup di kapal selam
Menjadi prajurit kapal selam merupakan prajurit handal yang sepintas tidak berbeda dengan prajurit TNI AL lainnya. Namun bila dicermati, mereka memiliki kecakapan khusus yang tidak dimiliki prajurit lainnya. Pasalnya, mereka hidup di bawah air, bukan di atas air, apalagi di daratan. Kodrat manusia adalah hidup di darat, namun Submariner harus hidup di dalam lautan.
Mereka adalah prajurit yang karena panggilan hati memantapkan diri untuk hidup di laut sebagai ksatria bangsa. Hidup di lautan tentu berbeda dengan hidup di darat, terlebih lagi hidup di dalam laut. Sangat kontras dengan kehidupan di daratan. Di lautan, sepanjang mata memandang, yang ada hanyalah hamparan air samudera, tidak ada tempat belindung, kecuali berlindung kepada Tuhan Yang Maha Esa: Allah Subhanahu wa ta’ala.
Bila berada di kedalaman laut, mata tidak lagi bisa memandang lautan nan luas. Pandangan mata hanya bisa melihat peralatan demi peralatan kapal selam yang harus dioperasikan dan dirawat agar tetap bekerja sesuai fungsinya. Bila ingin melihat dunia, maka pandangan harus dialihkan ke periskop sekaligus untuk memastikan perairan NKRI aman dari gangguan musuh negara.
Para prajurit samudera harus senantiasa tabah melalui hari demi hari di kapal selam yang ruangan-ruanganya relatif sempit. Tidur dan makan harus bergantian karena kapal harus selalu diawaki selama 24 jam pelayaran baik di dalam laut maupun di atas air. Mereka juga tidak bisa santai-santai saat kapal berada di pangkalan. Submariner selalu steling kewaspadaan untuk meraih keberhasilan tugas.
Dua tahun sudah berlalu. Hanya do’a yang bisa dipanjatkan kepada Tuhan pemilik jagad semoga arwah sahabatm para Patriot Hiu Kencana KRI Nanggala-402 ditempatkan di tempat yang terbaik, dan untuk keluarga yang ditinggalkan semoga senantiasa dalam kebaikan dan diberi kesehatan dan kesuksesan. (Pelda Laut Purn M. Wagino, ABK RI Nanggala-402 tahun 1995-2020).








Komentar