Ambisi Visi Arab Saudi 2030 : Diantara Tantangan dan Realita

Catatan Diplomasi Politik Pelaut Nuswantara

Pelaut ADIPATI l Kalitbang INDOMARITIM  l  Direktur Eksekutif TRUST  l Presiden SPI  l  Volunteer INMETA

Reformasi yang digagas oleh Muhammad bin Salman di Arab Saudi, terutama melalui Saudi Vision 2030, menghadirkan langkah-langkah penting dalam merestrukturisasi ekonomi dan sosial negara. Langkah-langkah ini mencakup pengembangan sektor pariwisata, keterbukaan hukum, penanggulangan ekstremisme, serta pelonggaran peraturan untuk perempuan. Meskipun reformasi ini menandai suatu pergeseran signifikan dari otoritas ulama dan budaya konservatif, pihak kerajaan Arab Saudi lebih memilih pendekatan rasional dan objektif dalam mengambil keputusan.

Namun, implementasi reformasi masih menemui tantangan, terutama dari jaringan ulama dan kampus dengan banyak professor yang memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat Saudi. Meskipun demikian pemerintah tidak berhenti dalam mempromosikan Islam moderat sebagai alternatif menunjukkan aspirasi untuk menyesuaikan diri dengan arus globalisasi dan memperbarui tata nilai yang lebih inklusif. Meskipun masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dan beberapa kritik terhadap kebijakan reformasi, pemerintah Arab Saudi terus mendorong agenda modernisasi dengan harapan untuk menciptakan masyarakat yang lebih dinamis dan adaptif di masa depan.

Arab Saudi telah lama mengemban misi ambisius dengan Visi 2030, sebuah langkah besar dalam upaya diversifikasi ekonomi dan transformasi sosial. Namun dari pernyataan pejabat Saudi akhir-akhir ini semakin menunjukkan penurunan dalam komitmen terhadap visi 2030 tersebut. Pertama dengan kondisi geopolitik yang sangat dinamis, mulai dari pandemi COVID-19, konflik Rusia Ukraina sampai konflik Israel Hamas di Gaza. Kedua tantangan penyesuaian ekonomi negara Teluk Arab atas pergeseran global menuju energi non-hidrokarbon. Menjadikan Visi ini menjadi semakin berat untuk diwujudkan. Ketiga tantangan sebagai negara kiblat geopolitik muslim global, dimana dunia Islam menyayangkan betapa abainya Saudi terhadap genosida wanita dan anak-anak di Gaza Palestina.

Visi 2030, yang dikembangkan oleh Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan yang dipimpin oleh Wakil Putra Mahkota Mohammed bin Salman, mencakup sejumlah tujuan dan strategi reformasi. Dimana aspek penting dari Visi 2030 adalah upaya untuk menciptakan masyarakat yang dinamis. Arab Saudi berkomitmen untuk meningkatkan jumlah jamaah umrah, mendirikan museum Islam terbesar di dunia, dan menggandakan jumlah situs warisan Saudi yang terdaftar di UNESCO. Namun, dengan pergeseran prioritas dan tekanan ekonomi yang dialami negara ini, implementasi dari komitmen ini menjadi terhambat.

mengindikasikan adanya Selain itu, untuk menjadi negara yang ambisius, Arab Saudi berkomitmen untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan efektivitas dalam strategi pemerintahannya. Namun, dilain sisi tengah terjadi penurunan upaya privatisasi dan pembentukan dana kekayaan negara, serta meningkatnya laporan korupsi dan kurangnya transparansi pembangunan yang merupakan tantangan terbesar Saudi dalam mewujudkan komitmen ini. Apakah Arab Saudi akan mampu bertahan dan melanjutkan langkah-langkah menuju pencapaian visi tersebut di tengah guncangan geopolitik ini.

Dalam konteks Saudi Vision 2030, upaya reformasi ekonomi yang dipimpin oleh Mohammed bin Salman menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya terhadap hubungan antara Dinasti Saud dan kelompok ulama Saudi di mana setiap pihak saling terkait dan berkontribusi terhadap keberlanjutan sistem kerajaan Saudi secara keseluruhan. Dan terlihat upaya untuk memperkenalkan paham Islam moderat sebagai landasan baru menjadi tidak berjalan mulus akibat resistensi yang terus tumbuh melihat ketidakseimbangan geopolitik kawasan timur tengah atas gempuran Israel ke Palestina.

Empat pilar kekuatan Dinasti Saud, yaitu penyatuan klan, legitimasi para ulama, pendapatan besar dari penjualan minyak, dan dukungan keamanan dari Amerika Serikat yang selama ini telah menjadi fondasi yang memperkuat stabilitas rezim Saudi tengah retak. Ditambah perubahan sosio-ekonomi dan politik yang cepat, ditambah dengan tekanan global seperti penurunan harga minyak dan perubahan dinamika geopolitik menjadikan Arab Saudi berada pada tantangan ekonomi dan transformasi sosial paling krusial dalam beberapa abad terakhir.

Jika tidak ada langkah strategis yang mengakomodir kepentingan kedua belah pihak serta mempertimbangkan keberlanjutan sistem secara keseluruhan, maka kompleksitas dinamika Saudi Vision 2030 akan meningkat dan membawa potensi perubahan geopolitik kawasan tersebut. Islam moderat yang dicita-citakan Mohammed bin Salman dengan tema new religious movement ini seperti berhenti justru ditengah penguasaan total atas sumber daya alam dan posisi strategisnya dalam peta global. Hal ini mungkin akibat bagi dunia Islam justru reputasi Saudi sebagai Khadimul Haramayn atau penjaga dua tempat suci jauh lebih terhormat dari modernisasi serta globalisasinya.

Komentar