Egek, Kearifan Lokal Masyarakat Adat Moi Kelim Menjaga Laut

Lifestyle370 Dilihat

Sorong, indomaritim.id Egek menjadi cara masyarakat Adat Moi Kelim yang mendiami Kampung Malaumkarta di Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat, menjaga laut.

Mereka sukses menjalankan kearifan lokal dengan menggunakan Egek hingga mampu menghasilkan sampai dengan Rp200 juta per “panen”.

“Itu sama dengan Sasi (larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu -biasanya laut, sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati – red) kalau di wilayah timur Indonesia. Tapi di masyarakat adat Suku Moi namanya Egek,” kata Ketua Bamus Malaumkarta Eferadus Kalami di Malaumkarta, Sorong, Papua.

Kawasan yang dilindungi menurut dia, saat ini juga dilindungi oleh gereja. Sehingga jika ada yang melanggar, sanksi yang dikenakan oleh warga bisa mencapai ratusan juta rupiah, ditetapkan melalui musyawarah adat terlebih dulu.

Ketua Konservasi Malaumkarta Raya untuk Masyarakat Hukum Adat Suku Moi Kelim Robert Kalami mengatakan untuk sementara ini, upaya melindungi sumber daya alam dilakukan untuk wilayah laut melalui penetapan kawasan konservasi berdasarkan kearifan lokal Masyarakat Adat Moi Kelim.

Upaya ini kemudian mendapat perhatian Pemerintah Kabupaten di mana Bupati Sorong Stephanus Malak memperkuat Egek dengan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Hukum Adat dan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Laut di Kampung Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong.

Dalam Egek ditetapkan larangan untuk mengambil lobster, lola, teripang dan udang. Panen hanya diperbolehkan 1 kali dalam setahun, dan hasilnya diserahkan kepada gereja, biasanya untuk pembangunan fasilitas umum gereja.

Egek juga memberikan perbatasan penggunaan alat tangkap yang membahayakan bagi keberlanjutan sumber daya alam seperti jaring, potasium. Masyarakat adat di sana hanya diperbolehkan menangkap ikan dengan cara Yikmen (mengail), Yafan (memanah) dan Yakalak (menombak).

Anggota DPRD Sorong Torianus Kalami mengatakan Perbup terkait kearifan lokal ini dibuat dan diundangkan kurang dari enam bulan saja. Dirinya mengatakan ini bisa dilakukan karena Masyarakat Adat Moi Kelim pada dasarnya sudah memiliki kearifan lokal, yakni Egek.

“Egek ini juga kita coba bawa ke ranah lebih luas. Dengan mempromokan dana yang terkumpul bisa untuk pembangunan gereja, selain ada nilai kearifan lokal yang diangkat,” ujar dia.

Torianus mengatakan dirinya mengusulkan untuk menerapkan model kearifan lokal ini di kawasan hutan Masyarakat Adat Moi Kelim ini.

“Tapi saya ajak dulu ciptakan ekowisata, kelola dulu bagaimana sehingga hasilnya ada dulu,” katanya.

Dirinya berharap Kampung Malaumkarta yang dihuni Masyarakat Adat Moi Kelim ini berhasil sehingga menjadikan laboratorium umum untuk belajar soal konservasi berdasarkan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat.

Komentar