Prediksi Kemenangan dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2024 dan Implikasinya bagi Geopolitik Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Indonesia

Catatan Diplomasi Politik Pelaut Nuswantara

Pelaut ADIPATI  l Kalitbang INDOMARITIM  l  CEO TRUST  l Presiden SPI  l  Volunteer INMETA

5 hari menjelang pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) menampilkan pertarungan politik yang ketat antara Kamala Harris dari Partai Demokrat dan Donald Trump dari Partai Republik, yang masing-masing membawa pendekatan berbeda terhadap kebijakan dalam dan luar negeri AS. Hasil dari pemilihan ini akan membawa dampak luas terhadap tatanan geopolitik global, terutama di kawasan Asia Pasifik, Timur Tengah, dan negara-negara Islam, termasuk Israel. Indonesia, sebagai negara yang memiliki posisi strategis di Asia Tenggara dan peran penting dalam komunitas internasional, juga akan terdampak oleh kebijakan luar negeri presiden AS yang baru. Berikut adalah analisis prediksi kemenangan kedua kandidat serta implikasi kebijakan luar negerinya di Asia Pasifik, Timur Tengah, serta dampaknya bagi Indonesia.

Pemenang Pilpres AS ditentukan lewat electoral college yang merupakan suara dari masing-masing negara bagian. Terdapat 538 suara electoral college yang tersebar di 50 negara bagian AS. Capres AS harus mendapat minimal 270 suara electoral college untuk menang Pilpres. Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) akan digelar pekan depan ini telah menjadi perhatian banyak pihak khususnya lembaga strategik politik dari beberapa negara termasuk Trust Indonesia. Mengejutkan bahwa Kamala Harris, anak dari seorang ibu asal India dan ayah asal Jamaika ini unggul tipis dari Trump dalam jejak pendapat pekan lalu. Namun perubahan signifikan terjadi dibeberapa negara bagian mulai 24 oktober yang lalu. Beberapa analis menilai akibat adanya statement dan dukungan Trump terhadap komunitas muslim Amerika untuk kebijakan luar Negeri untuk segera menghentikan perang.

Jadwal Kampanye Presiden Amerika Serikat :

  • Hari Pemilihan 5 November 2024.
  • Para elektor akan bertemu di setiap negara bagian dan Distrik Columbia untuk memberikan suara mereka untuk presiden dan wakil presiden pada 17 Desember 2024.
  • Kongres AS ke-119 akan dilantik pada 3 Januari 2025.
  • Kongres AS akan mengesahkan hasil pemilihan presiden 2024 pada 6 Januari 2025.
  • Hari Pelantikan akan dilakukan pada 20 Januari 2025.

Kandidat Partai Demokrat Kamala Harris

Jika Kamala Harris memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat, banyak yang memprediksi ia akan melanjutkan arah kebijakan luar negeri pemerintahan Biden, yang berfokus pada diplomasi multilateral, penguatan aliansi strategis, dan pendekatan kompetitif terhadap Tiongkok. Harris kemungkinan besar akan memperkuat hubungan Amerika Serikat dengan negara-negara di Asia Pasifik, khususnya melalui kerja sama Indo-Pasifik yang menekankan inklusivitas dan hubungan dengan sekutu seperti Quad (AS, Jepang, India, dan Australia). Ia juga diperkirakan akan memperluas kemitraan keamanan dan ekonomi dengan ASEAN, yang dalam hal ini membuat Indonesia—sebagai negara terbesar di ASEAN—menjadi mitra strategis dalam menavigasi tantangan geopolitik yang ada. Implikasi kemenangan Harris terhadap kebijakan luar negeri AS di kawasan Asia Pasifik kemungkinan mencakup peningkatan kerja sama dalam bidang keamanan dan ekonomi, serta penguatan kehadiran militer AS di sekitar Laut China Selatan sebagai respons terhadap ekspansi Tiongkok.

Dalam upayanya menjaga stabilitas di Laut China Selatan, Harris diperkirakan akan mempertahankan kehadiran militer AS di Asia Pasifik untuk menekan potensi agresi Tiongkok di wilayah tersebut. Salah satu langkah yang mungkin dilakukan adalah melalui latihan militer bersama dengan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, guna memperkuat kemampuan maritim dan menjaga kedaulatan di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan. Langkah ini tentunya akan mendukung kepentingan Indonesia dalam menjaga keamanan perairan dan mempertahankan stabilitas kawasan dari potensi ancaman eksternal. Di sisi lain, Harris juga mungkin akan memperluas program ekonomi Indo-Pacific Economic Framework (IPEF), yang berfokus pada infrastruktur hijau dan digital di Asia Tenggara. Dengan inisiatif ini, Indonesia berpotensi mendapatkan bantuan dalam mengembangkan ekonomi hijau dan teknologi digital yang sejalan dengan agenda pembangunan nasionalnya. Kebijakan ekonomi pro-Asia Pasifik yang diusung Harris berpeluang memperkuat perjanjian perdagangan antara AS dan negara-negara di kawasan, memberikan peluang bagi Indonesia untuk memperluas pasar ekspor terutama dalam sektor-sektor teknologi dan industri hijau.

Selain memperkuat aspek keamanan dan ekonomi di Asia Pasifik, kebijakan Harris di Timur Tengah dan terhadap negara-negara Islam juga menarik untuk disoroti. Jika terpilih, Harris diperkirakan akan menggunakan pendekatan yang lebih dialogis dalam mengelola hubungan dengan negara-negara Islam dan konflik yang ada di Timur Tengah. Ia diprediksi akan melanjutkan upaya normalisasi hubungan AS dengan negara-negara Islam melalui diplomasi serta bantuan ekonomi dalam bentuk dukungan pembangunan, kesehatan, dan infrastruktur. Pendekatan ini diharapkan bisa memperkuat aliansi AS dengan negara-negara Islam yang sebelumnya memiliki hubungan tegang dengan Washington, menciptakan stabilitas yang lebih besar di Timur Tengah.

Meskipun Kamala Harris mungkin akan mempertahankan dukungan AS terhadap Israel, ia juga diprediksi akan lebih memperhatikan hak-hak Palestina melalui penerapan solusi dua-negara. Pendekatan ini bisa membuka peluang bagi AS untuk berperan sebagai mediator yang adil dalam konflik Israel-Palestina, dengan menekan Israel untuk mengakui hak Palestina dan menghentikan ekspansi permukiman ilegal. Di sisi lain, Harris kemungkinan besar akan melanjutkan upaya diplomatik dengan Iran, terutama melalui perjanjian nuklir JCPOA yang sempat dipulihkan oleh pemerintahan Biden. Dengan mendekatkan diri pada Iran, AS di bawah Harris berpeluang menurunkan ketegangan di kawasan Teluk Persia, yang dapat berujung pada stabilitas harga minyak global. Diplomasi ini juga memungkinkan AS untuk mengurangi ketergantungan pada negara-negara Teluk yang sering menjadi titik ketegangan, dan menciptakan kerja sama ekonomi yang lebih stabil di kawasan kaya energi ini.

Kandidat Partai Republik Donald Trump

Jika Donald Trump kembali memenangkan pemilihan presiden AS, pendekatan “America First” yang menjadi ciri khas kebijakannya akan menciptakan perubahan signifikan dalam arah kebijakan luar negeri AS, terutama di Asia Pasifik dan Timur Tengah. Dalam hal diplomasi, Trump dikenal dengan pendekatan unilateral yang pragmatis, yang sering kali memprioritaskan keuntungan ekonomi AS dan mengesampingkan komitmen aliansi jangka panjang. Hal ini bisa memberikan dampak berbeda bagi kawasan Asia Pasifik, Timur Tengah, serta hubungan dengan negara-negara Islam. Trump kemungkinan besar akan melanjutkan persaingannya dengan Tiongkok, khususnya dalam aspek ekonomi dan perdagangan, meskipun dalam aspek militer di Asia Pasifik, ia cenderung bersikap pragmatis dan berfokus pada ancaman langsung terhadap kepentingan AS.

Di Asia Pasifik, Trump diperkirakan akan menempatkan kepentingan ekonomi AS sebagai prioritas utama, khususnya melalui negosiasi ulang perjanjian dagang yang dianggapnya tidak menguntungkan AS. Hal ini bisa menjadi tantangan bagi negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, jika Trump memutuskan untuk memberlakukan tarif impor atau pembatasan perdagangan pada produk-produk yang berasal dari kawasan ini. Namun, Indonesia juga memiliki peluang untuk menjalin perjanjian perdagangan bilateral yang lebih menguntungkan dengan AS, mengingat kecenderungan Trump untuk melakukan kesepakatan langsung dengan negara-negara mitra.

Sementara itu, dalam kebijakan militer, Trump yang pragmatis kemungkinan tidak akan terlalu berfokus pada kehadiran militer di Asia Pasifik, kecuali ada ancaman langsung terhadap kepentingan AS. Hal ini bisa mengurangi keterlibatan AS dalam isu keamanan di Laut China Selatan, sehingga Indonesia perlu lebih aktif memperkuat diplomasi bilateral dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk menjaga stabilitas di perairan tersebut. Dalam konteks aliansi, Trump mungkin kurang mendukung inisiatif multilateral seperti Quad (AS, Jepang, India, dan Australia), sehingga Indonesia perlu mempertimbangkan strategi pertahanan mandiri dan membina hubungan ekonomi yang lebih erat dengan negara-negara besar lainnya seperti Jepang dan India.

Di Timur Tengah, Trump diperkirakan akan mempertahankan pendekatan pro-Israel yang tegas, seperti yang pernah ia tunjukkan melalui pemindahan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem serta pengakuan kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Kebijakan ini dapat memperburuk hubungan AS dengan negara-negara Islam yang menentang ekspansi Israel di Palestina, terutama jika Trump tidak menunjukkan dukungan terhadap solusi dua-negara. Selain itu, Trump juga diperkirakan akan melanjutkan Kesepakatan Abraham, yang bertujuan untuk menormalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab, terutama melalui kerja sama ekonomi dan diplomasi pragmatis dengan negara-negara Teluk yang memiliki posisi anti-Iran. Normalisasi hubungan ini diharapkan dapat memperkuat kerja sama antara AS, Israel, dan negara-negara Teluk di bidang ekonomi, yang juga bisa berfungsi sebagai upaya membendung pengaruh Iran di kawasan tersebut.

Dalam hubungannya dengan Iran, Trump kemungkinan akan mempertegas kebijakan sanksi dan mencabut kembali perjanjian nuklir JCPOA yang sempat dipulihkan oleh pemerintahan Biden. Trump mungkin akan kembali menekan Iran dengan sanksi ekonomi yang ketat dan menunjukkan kekuatan militer untuk menghalangi pengembangan nuklir di negara tersebut. Kebijakan keras ini berpotensi meningkatkan ketegangan di kawasan Teluk Persia, dan konflik yang mungkin timbul bisa berdampak luas pada stabilitas regional, yang juga dapat memengaruhi harga minyak dunia dan memperburuk krisis energi global.

Bagi Indonesia, kemenangan Trump dapat memberikan tantangan tersendiri, terutama dalam hal hubungan dagang yang mungkin lebih sulit dengan AS dan berpotensi menempatkan kepentingan nasional Indonesia di bawah tekanan. Kebijakan perdagangan Trump yang lebih protektif bisa berdampak pada produk-produk ekspor Indonesia, seperti tekstil dan produk pertanian, yang akan menghadapi tarif tinggi atau pembatasan impor. Selain itu, dengan pendekatan Trump yang lebih berorientasi pada kepentingan bilateral, Indonesia harus mampu mengembangkan strategi mandiri dalam menghadapi ketidakpastian dukungan AS terhadap aliansi keamanan multilateral di Asia Pasifik.

Dunia Menanti Perdamaian: Harapan Besar Bagi Kepemimpinan Harris atau Trump

Pendekatan Trump yang awalnya pro-Israel diperkirakan oleh semua pihak akan memperparah dukungan AS terhadap Israel untuk genosida di Palestina. Namun hal mengejutkan saat Trump menyerukan pendekatan damai dalam isu Palestina, yang membuat banyak analis bertanya apakah ini hanyalah untuk kepentingan kampanye saja. Justru sebaliknya Harris yang awalnya lebih diplomatis dengan mendukung stabilitas kawasan dan meningkatkan dialog antara AS dan negara-negara Islam, justru berbalik menyatakan dukungan penuh terhadap Israel. Isu ini menjadi sensitif bagi komunitas muslim Amerika Serikat dan mungkin saja akan menjadi penentu kemenangan diakhir periode kampanye presiden ini.

Trump tentunya akan lebih realistis untuk akan kembali berfokus pada ekonomi, dengan penekanan pada kesepakatan perdagangan dan pakta keamanan yang secara langsung menguntungkan AS yang dulu digaungkan dengan istilah America Great Again. Sementara Harris akan lebih mempertahankan arah kebijakan luar negeri dan keamanan saat ini dengan hanya memberikan perubahan dalam pola pendekatan kebijakan saja dari Biden. Namun keduanya sama-sama punya kesamaan niat untuk memperkuat jaringan diplomatik di Asia Pasifik khususnya laut china selatan. Salah satunya adalah penguatan kepada Filipina, yang membuat China tersengat dengan sengketa teritorial mereka yang tumpang tindih dengan klaim Filipina dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya.

Diskusi terbatas forum analis trustforjustice bertajuk Geopolitik Kawasan secara daring, mayoritas menilai bahwa Trump tidak memiliki pertimbangan apa pun untuk kebijakan luar negeri karena memang fokusnya hanya pembenahan ekonomi dalam negri. Dimana hal ini sudah dibuktikan saat pemerintahan Trump menandatangani Perjanjian Doha pada tahun 2019 dengan janji Taliban untuk menarik diri dari Afghanistan pada Mei 2021, asalkan Taliban tidak menyerang Amerika. Begitu juga dengan usaha Trump dalam Perjanjian Abraham yang mendekatkan Israel kepada negara-negara Timur Tengah khususnya Arab Saudi untuk mengakui kedaulatan Israel, yang pada akhirnya juga dikhianati oleh Israel sendiri dengan menginvasi Gaza secara penuh.

Ketatnya Persaingan Harris vs. Trump Picu Kekhawatiran Keamanan Nasional dan Bisnis

Persaingan sengit antara Wakil Presiden Kamala Harris dan mantan Presiden Donald Trump membuat situasi semakin kompleks, sementara sejumlah ancaman keamanan terus membayangi infrastruktur pemilu. Masyarakat Amerika bukan hanya memilih presiden baru, tetapi juga akan memilih seluruh 435 kursi DPR, 34 dari 100 kursi Senat, serta berbagai posisi lokal dan negara bagian. Situasi ini mendorong otoritas di semua level, mulai dari federal hingga lokal, untuk bersiaga dalam menghadapi kemungkinan terjadinya ancaman terhadap proses pemilu. Dalam beberapa pekan terakhir, berbagai lembaga federal melaporkan peningkatan aktivitas siber yang menargetkan jaringan pemilu di sejumlah negara bagian. Upaya peretasan ini semakin canggih dan mengancam kelancaran operasional pemungutan suara.

Ancaman keamanan ini diperkirakan akan terus meningkat seiring mendekatnya hari pemilihan. Ketakutan bahwa hasil pemilu akan disengketakan juga menambah ketidakpastian dan dapat menimbulkan ketidakstabilan lebih lanjut, terutama jika penghitungan suara memakan waktu lama atau jika ada perselisihan hukum terkait keabsahan surat suara tertentu. Masyarakat dan lembaga-lembaga yang mengawasi integritas pemilu mengkhawatirkan kemungkinan kerusuhan sosial jika terjadi hasil pemilu yang kontroversial. Bagi sektor bisnis, ketidakpastian menjelang pemilu dapat membawa dampak besar terhadap stabilitas operasi. Banyak pelaku usaha merasa was-was terhadap kemungkinan terjadinya gangguan pada rantai pasokan, ketidakstabilan pasar, hingga risiko kerusuhan sosial yang dapat menghambat operasional bisnis.

Sejumlah perusahaan besar telah mempertimbangkan berbagai langkah pencegahan, seperti peningkatan keamanan fisik di kantor pusat dan cabang, serta menyusun rencana cadangan bagi rantai pasokan untuk mengantisipasi kemungkinan gangguan logistik. Begitu juga bagi para pekerja yang khawatir terhadap potensi kerusuhan atau situasi darurat di hari pemilihan dan sesudahnya. Pengusaha dan lembaga bisnis yang memiliki aset di wilayah rawan kekerasan tengah berupaya mengembangkan langkah-langkah mitigasi, termasuk menyediakan fasilitas bagi pekerja untuk bekerja dari rumah, atau menunda operasi pada hari pemilihan jika dianggap perlu. Tindakan preventif yang diambil meliputi pengawasan 24 jam terhadap jaringan komunikasi pemilu, peningkatan keamanan siber, serta menyiagakan tim keamanan untuk merespons potensi ancaman.

Siapa yang akan Memenangkan Pertarungan 

Dengan mempertahankan pendekatan diplomasi dan memperkuat fokus isu domestik, Harris dapat memenangkan dukungan negara bagian medan pertempuran yang lebih pro-aliansi. Meski Trump kuat di beberapa negara bagian kunci, Harris memiliki peluang menang jika bisa menarik suara independen dan perempuan di medan pertempuran utama. Sebaliknya Jika Trump berhasil merangkul pemilih independen yang pro-keamanan dan menarik mereka yang merasa kurang puas dengan kebijakan luar negeri pemerintah saat ini, peluangnya untuk memenangkan negara bagian kunci seperti Georgia, North Carolina, dan Arizona lebih tinggi. Namun, ia perlu waspada karena prediksi saat ini menunjukkan ketatnya persaingan di negara bagian ini.

Pemilu AS 2024 diprediksi menjadi salah satu pemilu paling ketat dalam sejarah modern Amerika. Ketegangan antara kedua kandidat serta potensi gangguan keamanan siber dan fisik menjadi sorotan utama bagi otoritas keamanan dan pelaku bisnis. Dengan tingginya risiko keamanan dan ketidakpastian hasil pemilu, AS menghadapi ujian besar dalam mempertahankan stabilitas politik, ekonomi, dan sosialnya. Kemenangan bagi keduanya sangat bergantung pada siapa yang dapat meyakinkan pemilih di negara bagian medan pertempuran, terutama pemilih independen dan perempuan. Harris berpotensi unggul jika mampu mengarahkan isu-isu domestik, sementara Trump memiliki peluang di basis konservatif dengan pendekatan keamanan tegas. Whatever, Dunia menginginkan perdamaian yang sangat bisa diwujudkan oleh pemerintah yang akan dipimpin oleh Harris atau Trump.

Komentar