Gerakan Prabowo Bersama BRICS Ditengah Kemungkinan Putaran Kebijakan Proteksionis Trump

Catatan Diplomasi Politik Pelaut Nuswantara

Pelaut ADIPATI  l Kalitbang INDOMARITIM  l  CEO TRUST  l Presiden SPI  l  Volunteer INMETA

Partai Republik baru saja mendeklarasikan secara informal Trump sebagai pemenang Pilpres AS dengan 277 suara elektoral, melewati ambang batas 270 suara elektoral yang diperlukan untuk menang Pilpres AS. Trump telah meraih perolehan suara pemilih sebesar 51,2 persen, mengalahkan Harris yang hanya mendapat 47,4 persen. Sebuah capaian yang sebenarnya telah diprediksi oleh beberapa lembaga strategic kawasan dengan beberapa konsekwensi prediksi ekonominya. Yaitu arah kebijakan perdagangan AS yang diperkirakan akan beralih ke proteksionisme yang berfokus pada kepentingan domestik.

Beberapa pihak yakin bahwa Trump akan menaikkan tarif universal untuk seluruh barang impor hingga 10-20% dan bahkan lebih tinggi lagi hingga 60% khusus untuk produk dari China. Langkah ini bertujuan mempercepat “decoupling” atau pemisahan ekonomi AS dari China, sehingga mengurangi ketergantungan AS pada barang-barang China dan memulihkan lebih banyak produksi ke dalam negeri. Selain itu Trump juga jelas berencana akan mencabut status Most Favored Nation (MFN) untuk China, yang akan memungkinkan AS untuk memberlakukan tarif lebih tinggi pada produk China dibandingkan negara lain.

Langkah ini sejalan dengan komitmennya untuk membatasi hubungan ekonomi AS-China. Trump juga berencana memperketat aturan de minimis pada barang-barang murah yang biasanya bebas bea, termasuk barang impor dari China melalui negara ketiga. Selain itu, ia menargetkan penghapusan impor barang-barang kritis dari China dalam empat tahun, seperti produk farmasi, baja, dan komponen elektronik. Trump melihat ketergantungan AS pada China untuk barang-barang penting sebagai ancaman keamanan nasional, yang mendasari peralihan AS menuju pendekatan bilateral dalam perjanjian dagang.

Dalam situasi ini, ekonomi AS diperkirakan akan semakin tertutup dan berorientasi domestik, yang mungkin memicu ketegangan perdagangan global, khususnya dengan China dan mitra dagang utama AS lainnya. Bagi negara-negara yang bergantung pada akses pasar AS, termasuk Indonesia, dampak dari kebijakan ini bisa signifikan dan menantang untuk mempertahankan hubungan dagang dengan AS. Namun, langkah proteksionis AS ini dapat mempercepat pergeseran ekonomi global, di mana negara-negara seperti Indonesia mulai mempertimbangkan alternatif di luar orbit ekonomi AS.

Prabowo setelah selesai dilantik bergerak cepat dengan mengutus Mentri Luar Negerinya Sugiyono untuk hadir dan menyatakan bergabung dengan blok BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan). Dan hal ini jelas mendeklarasikan bahna Indonesia akan memperkuat kerja sama perdagangan dengan negara-negara anggota BRICS lainnya, seperti China dan India. BRICS menjadi alternatif strategis bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS, khususnya dalam konteks meningkatnya hambatan perdagangan dan ketidakpastian global yang disebabkan oleh kebijakan proteksionis AS.

Sebagai anggota BRICS, Indonesia memiliki akses ke jaringan ekonomi yang lebih luas dan beragam, yang dapat mendukung upaya pemerintah dalam menarik investasi dan memperluas pasar ekspor. BRICS juga berupaya membangun sistem pembayaran dan perbankan yang lebih mandiri dari dolar AS, yang dapat membantu Indonesia menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Ini memberi Indonesia keuntungan dalam menghindari potensi hambatan tarif AS sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negeri melalui hubungan dagang yang lebih kuat dengan mitra BRICS.

Selain itu, bergabungnya Indonesia dengan BRICS memberikan kesempatan untuk meningkatkan pengaruhnya di kancah global dan memainkan peran sebagai jembatan antara ekonomi maju dan negara berkembang di kawasan Asia-Pasifik. Dengan ketidakpastian yang muncul dari kebijakan perdagangan AS, Indonesia dapat bekerja sama dengan BRICS untuk memperkuat blok ekonomi ini, meningkatkan perdagangan intra-BRICS, dan mendukung berbagai inisiatif pembangunan bersama. Ini memungkinkan Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap ekonomi AS dan membangun aliansi baru yang dapat mengamankan stabilitas ekonomi nasional.

Langkah ini juga mendukung agenda strategis Presiden Prabowo Subianto, yang berkomitmen membangun kembali peran maritim dan ekonomi Indonesia, meningkatkan ekspor, dan menarik investasi asing dari berbagai negara. Prabowo menargetkan kemandirian ekonomi melalui penguatan sektor maritim dan produksi domestik, sejalan dengan visi BRICS yang menawarkan peluang diversifikasi ekonomi. Dalam konteks ketidakpastian global akibat kebijakan AS yang berorientasi domestik, kemitraan dengan BRICS memberi Indonesia keuntungan besar untuk memperkuat posisi dan kemandiriannya di arena perdagangan global.

Komentar