Penguatan Intelijen dan Teknologi dalam Stabilitas dan Keamanan Nasional

Catatan Diplomasi Politik Pelaut Nuswantara

Pelaut ADIPATI  l Kalitbang INDOMARITIM  l  CEO TRUST  l Presiden SPI  l  Volunteer INMETA

Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menggelar rapat koordinasi nasional di Sentul, Bogor, dengan melibatkan seluruh kepala daerah Indonesia untuk membahas prioritas pembangunan lima tahun ke depan serta penguatan koordinasi intelijen guna menjaga stabilitas nasional. Prabowo menegaskan bahwa stabilitas keamanan sangat penting dalam mendukung program strategis pemerintah, terutama terkait ketahanan pangan, energi, perumahan, hilirisasi industri, dan program makan bergizi gratis. Pendekatan ini menggarisbawahi pentingnya sinergi lintas instansi dalam menghadapi tantangan nasional, termasuk ancaman digital yang semakin kompleks di era globalisasi.

Dalam kesempatan itu, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Muhammad Herindra, menyoroti pentingnya kerja sama lintas instansi untuk mengantisipasi potensi ancaman selama Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024. Ia menekankan perlunya berbagi informasi secara efektif antar-aparat intelijen dan tidak menahan data secara sepihak. Herindra menyebut fenomena ini sebagai “penyakit” dalam lingkup intelijen yang harus segera diatasi untuk memperkuat kerja sama nasional, khususnya dalam menghadapi ancaman yang semakin kompleks di era digital.

Seiring dengan strategi yang diusung BIN, DoD Amerika Serikat juga memperkuat peran intelijen dan teknologi dalam program Project Maven, yang menghubungkan teknologi komersial dengan kebutuhan militer. Project Maven berfokus pada penerapan kecerdasan buatan (AI) yang mampu mendeteksi pola dalam data geospasial untuk mendukung pengambilan keputusan militer. Ini adalah langkah baru di mana DoD mendatangkan perusahaan teknologi untuk mengembangkan model AI, mengujinya, dan menyempurnakannya berdasarkan umpan balik pengguna, mencerminkan pendekatan DevOps yang adaptif.

Proyek ini diuji dalam latihan tahunan Project Convergence di gurun Arizona, di mana Angkatan Darat AS melengkapi pesawat nirawak MQ-1C Gray Eagle dengan Sistem Cerdas Maven. Teknologi ini memungkinkan pesawat mendeteksi dan mengidentifikasi objek secara otomatis di medan perang, mengurangi beban kerja operator manusia. Dalam kolaborasi ini, Badan Geospasial Nasional (NGA) AS menyediakan data bagi perusahaan untuk menyempurnakan algoritma mereka, sehingga memperkuat kerja sama antara pihak pemerintah dan swasta dalam mewujudkan visi pertahanan nasional.

Integrasi NGA dalam Project Maven menandai langkah maju dalam pemanfaatan data geospasial dan AI untuk keamanan nasional AS. NGA, yang telah lama menggunakan AI untuk analisis data, kini menyatukan infrastruktur dan keahlian yang diperoleh dari Project Maven untuk mencapai skala analisis yang lebih besar. Dengan jumlah data yang terlalu banyak untuk dianalisis oleh manusia, AI memainkan peran penting dalam menandai pola yang memerlukan pengawasan manusia, membentuk konsep kerja sama manusia-mesin yang menjadi visi NGA di masa depan.

Namun, strategi intelligence diplomacy yang diterapkan AS oleh pemerintahan Joe Biden juga menambah dimensi lain dalam penggunaan data intelijen. Melalui pendekatan ini, AS membagikan informasi strategis dengan negara mitra untuk mengamankan kepentingan bersama, khususnya dalam menghadapi ancaman internasional seperti agresi Rusia dan perkembangan nuklir Iran. Pendekatan Biden dalam diplomasi intelijen memungkinkan AS memperluas pengaruhnya melalui aliansi strategis berbasis data, meskipun ada risiko terhadap keamanan informasi dan kepercayaan mitra internasional.

Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS baru-baru ini membawa spekulasi bahwa kebijakan intelligence diplomacy ini mungkin tidak akan berlanjut, mengingat pendekatan Trump yang lebih selektif dalam berbagi intelijen dan fokus pada kepentingan domestik. Trump mungkin akan mengurangi keterbukaan informasi dengan sekutu dan memilih strategi yang mengutamakan keuntungan ekonomi langsung dan keamanan energi. Namun, jika tetap melanjutkan pendekatan ini, kemungkinan besar akan dilakukan dengan modifikasi, menyesuaikan dengan prioritas baru dalam konteks kebijakan luar negeri.

Pendekatan kolaboratif dalam Project Maven dapat memberikan pelajaran bagi Indonesia dalam memperkuat sinergi pusat-daerah, terutama dalam upaya menjaga stabilitas selama masa Pilkada. Program intelijen terpadu yang diusung BIN bisa semakin efektif dengan pendekatan kerja sama antara pusat dan daerah, serta integrasi teknologi yang mendukung analisis cepat dalam menghadapi ancaman digital dan fisik. Seperti halnya AS, Indonesia juga menghadapi tantangan dalam memanfaatkan data intelijen untuk keamanan nasional, sehingga model kerja sama manusia-mesin dapat menjadi inspirasi bagi pengembangan skema intelijen masa depan.

Dalam negeri, kerja sama intelijen yang lebih terkoordinasi di bawah kepemimpinan Prabowo diharapkan dapat memperkuat stabilitas nasional yang mendukung pembangunan. Dengan kolaborasi antara BIN, TNI, Polri, dan kejaksaan, pemerintah Indonesia siap mengatasi tantangan keamanan dan mendorong implementasi kebijakan prioritas, seperti ketahanan pangan dan energi. Sinergi ini merupakan upaya untuk membangun landasan keamanan yang kokoh dalam mengantisipasi setiap ancaman yang ada, sehingga memastikan visi Indonesia yang stabil dan sejahtera dalam lima tahun mendatang.

Ke depan, integrasi intelijen yang efektif dan pemanfaatan AI dalam skema pertahanan akan menjadi pilar penting dalam menjaga stabilitas Indonesia, terutama menghadapi dinamika geopolitik global. Dengan pendekatan strategis seperti Project Maven, Indonesia dapat meningkatkan kapasitas analisis data secara cepat dan efektif, memungkinkan mitigasi ancaman secara lebih proaktif. Kolaborasi lintas instansi, serta penerapan teknologi canggih, adalah kunci dalam mewujudkan visi Prabowo untuk membangun Indonesia yang maju, kuat, dan stabil di era digital.

Komentar