Pelaut ADIPATI l Kalitbang INDOMARITIM l CEO TRUST l Presiden SPI l Volunteer INMETA
Pada 7 Februari 2025, Indonesia menyaksikan langkah signifikan dalam kebijakan fiskal negara setelah Presiden Prabowo Subianto memerintahkan pemotongan anggaran sebesar 19 miliar dolar AS, yang mencerminkan keinginan pemerintah untuk mengurangi beban utang negara dan mendanai berbagai janji politik, termasuk program ambisius “Makan Siang Gratis” di sekolah. Sebagai respons terhadap perintah tersebut, kementerian-kementerian terkait mulai melakukan langkah efisiensi, yang paling mencolok adalah pengurangan anggaran di berbagai sektor, termasuk infrastruktur, perjalanan dinas, dan pengadaan peralatan baru. Namun, meskipun tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi fiskal, kebijakan ini berpotensi menimbulkan dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia, yang perlu dianalisis lebih dalam.
Tujuan utama dari pemangkasan anggaran ini adalah untuk mendanai program makan siang gratis yang diprediksi akan menghabiskan anggaran sebesar 28 miliar dolar AS per tahun. Program tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, namun berpotensi memberikan beban berat pada sektor lain yang membutuhkan anggaran untuk pelayanan publik dan infrastruktur. Pemotongan anggaran juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada utang luar negeri, yang sering kali menjadi beban jangka panjang bagi negara. Namun kebijakan ini berisiko membebani sektor-sektor yang esensial untuk kesejahteraan masyarakat, seperti pendidikan dan infrastruktur. Jika kebijakan penghematan ini tidak dipilih dengan bijaksana, dampaknya bisa merusak sektor yang menjadi tulang punggung pembangunan nasional.
Pemangkasan anggaran yang signifikan juga terjadi pada Dana Transfer ke Daerah (TKD), yang mengarah pada berkurangnya dana untuk pembangunan daerah, infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Dampaknya adalah meningkatnya ketergantungan daerah pada pemerintah pusat. Ini berpotensi memperburuk ketimpangan antara pusat dan daerah, menghambat pembangunan daerah, serta memperburuk kualitas hidup masyarakat di wilayah yang sudah tertinggal. TKD adalah salah satu instrumen vital untuk memastikan pemerataan pembangunan, mengingat Indonesia yang terhampar luas dengan berbagai kondisi sosial dan ekonomi di setiap daerah. Dengan pemangkasan anggaran ini, daerah yang lebih bergantung pada dana transfer akan kesulitan menjaga kualitas layanan dasar untuk masyarakat.
Salah satu kekhawatiran lainnya adalah dampak terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang merupakan ujung tombak birokrasi dan pelayanan publik. Pemotongan anggaran yang berpotensi mengurangi kesejahteraan PNS, seperti pengurangan gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR), dapat mengurangi motivasi mereka dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Hal ini, pada gilirannya, dapat mengurangi kualitas pelayanan publik yang sudah terkendala dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, pemangkasan anggaran untuk pegawai honorer dapat memperburuk tingkat pengangguran, terutama di kalangan mereka yang bekerja di sektor non-PNS. Penting untuk diingat bahwa kualitas layanan publik sangat bergantung pada kesejahteraan dan motivasi aparatur negara. Oleh karena itu, meskipun penghematan anggaran diperlukan, kesejahteraan PNS juga perlu diperhatikan agar mereka tetap dapat bekerja dengan optimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pemangkasan anggaran yang berlebihan dapat menurunkan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan menghambat konsumsi domestik. Ekonomi Indonesia yang cukup bergantung pada konsumsi masyarakat dan investasi publik bisa merasakan dampak negatif dari kebijakan ini. Sektor-sektor seperti UMKM, manufaktur, dan ritel yang berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari masyarakat akan mengalami kesulitan. Selain itu, sektor pariwisata, terutama yang bergantung pada perjalanan dinas pemerintah, juga akan terimbas jika pengeluaran untuk perjalanan dinas dikurangi. Hal ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang didorong oleh konsumsi domestik. Penghematan yang dilakukan dalam perjalanan dinas dan pengeluaran lainnya juga berpotensi mengurangi kegiatan yang selama ini mendukung sektor-sektor seperti MICE (Meeting, Incentives, Conventions, and Exhibitions), yang turut berkontribusi pada ekonomi daerah dan nasional.
Menghadapi tantangan ini maka baiknya pemerintah melakukan penghematan secara selektif dan terukur. Ini berarti bahwa kebijakan penghematan tidak seharusnya menyasar sektor-sektor yang vital bagi kesejahteraan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Penghematan anggaran yang tidak selektif justru berisiko merugikan sektor-sektor ini, yang memiliki dampak langsung terhadap kualitas hidup masyarakat. Sektor yang seharusnya menjadi prioritas adalah sektor-sektor yang memberikan dampak langsung kepada rakyat, sementara sektor yang lebih tidak produktif atau memiliki dampak yang minim terhadap perekonomian bisa menjadi sasaran pemangkasan anggaran. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan bahwa program-program yang mendapatkan alokasi dana besar benar-benar strategis dan memberikan dampak positif jangka panjang.
Yang juga perlu dipertimbangkan adalah program yang membutuhkan dana besar, seperti program infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, yang tidak mendapatkan dukungan anggaran yang memadai. Sementara itu, masih ada program yang kurang efektif malah mendapatkan alokasi anggaran yang berlebihan. Oleh karena itu, perlu ada evaluasi yang cermat terhadap program-program yang ada untuk memastikan bahwa anggaran dialokasikan secara efisien dan tepat sasaran. Sehingga meskipun kebijakan penghematan anggaran diperlukan untuk mengurangi beban fiskal negara, penting bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara penghematan dan investasi di sektor-sektor yang mendukung kesejahteraan masyarakat. Penghematan yang terlalu agresif dan tidak selektif berpotensi merugikan sektor-sektor vital yang langsung berhubungan dengan kualitas hidup rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan penghematan ini tidak mengorbankan sektor-sektor tersebut dan tetap menjaga investasi di bidang-bidang yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang khususnya ketahanan pangan, seperti perikanan dan pertanian, agar keberlanjutan produksi pangan dalam negeri tetap terjaga dan kesejahteraan petani, nelayan serta masyarakat pesisir dapat terjamin. Melalui kebijakan yang lebih selektif dan efisien, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri tanpa mengorbankan sektor-sektor yang vital bagi pembangunan manusia dan sosial. Jika dilakukan dengan hati-hati, penghematan ini bisa menjadi langkah positif untuk menciptakan fiskal yang lebih sehat tanpa mengurangi kualitas hidup masyarakat.
Komentar