Pelaut ADIPATI l Kalitbang INDOMARITIM l Direktur Eksekutif TRUST l Presiden SPI l Volunteer INMETA
Laut China Selatan adalah perairan yang strategis di kawasan Asia Tenggara yang melintasi sejumlah negara, termasuk China, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan. Laut China Selatan kaya akan sumber daya alam, seperti ikan, minyak, dan gas alam, serta memiliki rute perdagangan yang penting. Sejak beberapa tahun terakhir, terjadi perselisihan antara negara-negara yang memiliki klaim atas wilayah Laut China Selatan. China telah memperluas wilayah klaimnya melalui pembangunan pulau buatan dan instalasi militer di wilayah tersebut. Negara-negara lain di kawasan menganggap tindakan tersebut melanggar hak kedaulatan mereka dan mengancam stabilitas regional.
Pada tahun 2002, ASEAN dan China sepakat untuk memulai perundingan mengenai kode etik di Laut China Selatan. Namun, hingga saat ini, perundingan tersebut belum mencapai kesepakatan yang konkrit dan implementatif. ASEAN dan China mengadakan beberapa pertemuan tingkat tinggi dan konsultasi yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik dan memperkuat kerja sama di kawasan. Pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag memutuskan bahwa klaim China di Laut China Selatan yang melampaui batas-batas yang diakui internasional adalah tidak sah. Meskipun demikian, China menolak putusan tersebut dan tetap mempertahankan klaimnya atas wilayah tersebut.
Pada tahun 2021, ASEAN dan China sepakat untuk melanjutkan perundingan mengenai kode etik di Laut China Selatan. Namun, masih banyak isu yang perlu diselesaikan, termasuk batas-batas wilayah yang saling klaim, sengketa atas kepulauan Spratly dan Paracel, serta hak penangkapan ikan dan pemanfaatan sumber daya alam di wilayah tersebut. Dalam hal ini, ASEAN memainkan peran penting dalam memediasi konflik dan memperkuat kerja sama di kawasan. ASEAN telah berupaya untuk membangun konsensus dan mengadakan pertemuan dengan China untuk membahas isu-isu yang terkait dengan Laut China Selatan. Indonesia merupakan negara yang memiliki kedudukan strategis di kawasan Asia Tenggara dan memiliki wilayah yang berbatasan dengan Laut China Selatan. Sebagai negara anggota ASEAN, Indonesia aktif terlibat dalam perundingan dengan China mengenai isu-isu terkait Laut China Selatan.
Indonesia juga memiliki kepentingan dalam menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan Laut China Selatan karena wilayah perairan tersebut merupakan jalur perdagangan internasional yang penting dan kaya akan sumber daya alam. Selain itu, Indonesia juga memiliki klaim atas sebagian kecil wilayah di Laut China Selatan, yaitu Kepulauan Natuna. Indonesia memperjuangkan pemecahan sengketa di Laut China Selatan berdasarkan hukum internasional dan prinsip-prinsip keadilan. Indonesia juga mengusulkan untuk melakukan kerja sama dengan China dalam memanfaatkan sumber daya alam di Laut China Selatan secara bersama-sama dengan prinsip kemitraan yang saling menguntungkan. Natuna adalah kawasan yang kaya dengan sumber daya alam, termasuk gas alam dan ikan, dan sering menjadi lokasi sengketa dengan China.
Namun, Indonesia juga menolak tindakan yang merusak stabilitas dan keamanan di kawasan, seperti tindakan pembangunan pulau buatan dan instalasi militer yang dilakukan oleh China di wilayah Laut China Selatan yang menjadi klaim negara-negara lain. Indonesia mendukung upaya ASEAN dalam membangun dialog dan konsensus dengan China untuk menyelesaikan konflik dan memperkuat kerja sama di kawasan Laut China Selatan. Namun yang terjadi bahkan sejak tanggal 10 Maret 2023 lalu, pada saat China dan ASEAN menyelesaikan putaran negosiasi terakhir untuk menghasilkan kode etik yang mengatur sikap dan kebijakan laut negara di wilayah yang disengketakan di Laut China Selatan. Sampai hari ini pertemuan tersebut tidak menghasilkan banyak kemajuan. Terkesan hanya bersifat simbolis, membangun hotline keamanan antara ASEAN dan China di beberapa titik di tahun 2023 ini.
Sebuah niatan baik yang disepakati pada tahun 2016 tetapi tidak pernah dilaksanakan dalam rangka menghindari eskalasi konflik bersenjata dilaut. Kebuntuan diplomasi maritim di Laut China Selatan yang disengaja ini harus mulai menjadi warning besar bagi bangsa Indonesia untuk segera mengambil alih peran diplomasi geopolitiknya. Karena setelah China, Filipina, Vietnam, Brunei, dan Malaysia yang saat ini tengah terlibat konflik sampai menimbulkan ketegangan terutama terkait dengan hak eksplorasi dan pengelolaan sumber daya alam di wilayah tersebut, selanjutnya adalah Indonesia. Begitu juga masalah lingkungan di Laut China Selatan, seperti polusi dan degradasi lingkungan laut.
Ketegangan antara negara-negara yang terlibat dalam sengketa di Laut China Selatan dapat berdampak pada stabilitas regional dan geopolitik yang pada gilirannya dapat mempengaruhi Indonesia jelas tidak dapat terelakkan lagi. Dimana Indonesia memiliki hak untuk mengelola sumber daya alam di sekitar Kepulauan Natuna, namun klaim China atas wilayah tersebut dapat mengancam hak Indonesia dalam mengelola sumber daya alam di wilayah tersebut. Maka potensi sengketa di Laut China Selatan juga dapat berdampak pada keamanan maritim Indonesia, terutama di wilayah perbatasan dengan Laut China Selatan. Hal ini dapat mempengaruhi aktivitas pelayaran, perdagangan, dan ekonomi maritim Indonesia secara keseluruhan.
Maka sebagai bangsa maritim yang terletak di kawasan Asia Tenggara dan memiliki perbatasan laut dengan Laut China Selatan, saatnya Indonesia memanfaatkan forum-forum multilateral seperti ASEAN, pertemuan Tingkat Tinggi Asia Timur dan Dunia untuk memperkuat posisinya dalam sengketa Laut China Selatan. Dalam forum ini, Indonesia dapat memperkuat kerjasama dengan negara-negara anggota lainnya dalam menjaga stabilitas regional dan menyelesaikan konflik di kawasan tersebut. Begitu juga dengan diplomasi ekonomi, Indonesia dapat memperkuat kerjasama perdagangan dengan negara-negara yang terlibat dalam sengketa tersebut dan memperkuat posisinya dalam hal akses dan pengelolaan sumber daya alam.
Mengingat posisi panglima TNI sedang dalam matra Laut Laksamana TNI Yudo Margono dan perwakilan IMO untuk Indonesia Laksamana TNI (Purn) Marsetio, saatnya bangsa ini mengencangkan diplomasi maritimnya untuk memperkuat posisinya dalam sengketa Laut China Selatan. Baik penguatan kapasitas militer dan peningkatan kerjasama antara angkatan laut Indonesia dengan negara-negara yang terlibat dalam sengketa tersebut. Dan tentunya diplomasi publik untuk meningkatkan kesadaran internasional tentang posisi Indonesia terkait dengan sengketa Laut China Selatan. Serta mempromosikan posisinya sebagai negara yang damai dan mempertahankan kedaulatannya atas wilayah Natuna.








Komentar